Menuju Pertanian Organik ( Alamiah ),
Terpadu ( Integrasi ternak dan tanaman )
dan Berwawasan Lingkungan
( Ekologis )
Alam mengajari kebajikan bagi kita umat manusia. Alam merupakan suatu
kesatuan, terdiri dari banyak bagian, seperti organism dengan bagian-bagiannya. Semua bagian berjalan dalam harmoni, saling
melayani dan berbagi. Tiap bagian memiliki peran masing-masing, saling
melengkapi dan memberikan sinergi untuk menghasilkan keseimbangan secara
optimal dan berkelanjutan. Setiap komponen tidak berfikir dan beraksi hnya
untuk “ aku “, tetapi untuk “ kita “ keseluruhan alam. Demikian halnya alam,
melindungi dan mengayomi bagian-bagianya secara harmonis
Pertanian Organik ( PO ) juga tunduk pada prinsip diatas, pada hokum
alam. Segala yang ada dialam adalah berguna dan memiliki fungsi, saling
melengkapi, saling melayani dan saling menghidupi untuk semua. Dalam alam ada
keragaman hayati dan keseimbangan ekologi. Berjuta tahun alam membuktikan
prinsipnya, tak ada eksploitasi selain optimalisasi pemanfaatan. Demikian
halnya dengan PO, tidak untuk memaksimalkan haasil, tidak berlebih, tetapi
cukup untuk semua makhluk dan berkesinambungan. Inilah dasar filosofi mendasar
Pertanian Organik.
Namun kondisi tersebut saat ini
sudah banyak mengalami perubahan, kerusakan alam kita jumpai ada dalam
keseharian kita, sungai yang diera 70 an menjadi arena bermain anak-anak kini
tak lagi seramah dulu, sawah dan parit dulu bisa sebagai sarana rekreasi dan
mencari lauk pauk dengan ikan dan belutnza, kini tidak bisa kita dapatkan lagi.
Mungkin alam sudah bosan bersahabat dengan kita yang banyak ulah, banyak
melakukan eksploitasi alam secara berlebihan, ingin memburu hasil yang
berlipat-lipat tanpa mempertimbangan kelestariannya.
Dan kini kita tersadar, bahwa kita harus melakukan sesuatu agar alam
kembali menjadi bersahabat dengan kita. Dan para ahli sudah merekomendasikan
agar kita kembali ke sunatulah, kembali mengelola alam semesta alam ini sesuai
dengan kaidah alam itu sendiri. Dari mana kita memulainya. Maka resep yang paling
mujarab adalah memulai dari diri kita dulu dari hal-hal yang kecil dan kita
mulai dari sekarang juga.
Untuk kembali menjalin keseimbangan alam, mulailah dengan beternak, apa
saja yang memungkinkan bagi kita, mulai dari ayam, itik, marmot, kelinci, kambing,
domba atau bila memungkinkan beternaklah sapi. Dari ternak yang kita miliki
kita kelola dengan baik dan kita manfaatkan kotorannya sebagai bahan pupuk
organik. Karena sejak nenek moyang kita dahulu kala sudah diakui keunggulan
penggunaan pupuk organik terhadap perbaikan kesuburan tanah, namun tak ada
artinya apapun jika kita tidak memikirkan masalah ketersediaan pupuk organik di
lapangan. Bagaikan kita mimpi belaka disiang bolong jika kita tidak berusaha
mengupayakan bagai mana sumber bahan organik bisa tersedia. Penggunaan pupuk
organik terutama pupuk kandang tidak perlu kita ragukan lagi kemampuannya menjamin
kesuburan tanah berkelanjutan. Pupuk organik tidak sekedar mampu memperbaiki
kesuburan saja, namun akan menyehatkan tanah, sehingga akan menjamin terhadap
kesehatan tanaman dan hasilnya serta akan menyehatkan manusia yang
mengkomsumsinya.
Masalah utama yang sering timbul di lapangan adalah semakin terbatasnya
pupuk kandang yang dapat digunakan. Kita sadar saat ini jumlah ternak di
lapangan semakin lama semakin berkurang, mengingat petani dalam pengolahan
tanahnya menggunakan traktor, mengingat traktor lebih praktis dan efektif baik
dalam pemeliharaannya dan penggunaannya. Sehingga populasi ternak di lapangan
semakin lama semakin berkurang, yang berdampak jumlah pupuk kandang semakin
terbatas.
Pupuk Kandang.
Sejak peradaban paling awal, pupuk kandang dianggap sebagai sumber hara
utama. Hingga kini penggunaan pupuk kandang terus digunakan di berbagai belahan
dunia. Di Amerika serikat saja yang maju akan teknologinya, pupuk kandang
merupakan bahan yang berharga dalam menjaga kesuburan tanah, hampir 73 % dari
kotoran ternak yang dihasilkan dalam kandang ( sekitar 157 juta ton) diberikan dalam tanah sebagai pupuk.
Diperkirakan pupuk kandang mampu memasok 10 % dari kebutuhan pupuk setiap tahunnya.
Sehingga mampu menekan kebutuhan penggunaan pupuk anorganik dilapangan.
Dalam prakteknya pupuk kandang sapi yang kita gunakan tidak semuanya
dari kotoran hewan murni, namun merupakan campuran kotoran padat, air kencing,
dan sisa makanan (tanaman). Biasanya sisa makanan (jerami) tercampur dengan
kotoran padat dan cair, bahkan sering petani menggunakan jerami sebagai alas
kandang yang akan tercampur dalam pupuk kandang. Sebenarnya jerami sisa makanan
atau alas kandang, dapat berfungsi untuk menyerap air kencing sapi/kerbau yang
memiliki kandungan hara tinggi, sehingga hara ini tidak banyak yang hilang.
Susunan
kimia dari pupuk kandang sangat tergantung dari:
1.
Jenis ternak,
2.
Umur dan keadaan hewan,
3.
Sifat dan jumlah amparan, dan
4.
Cara penyimpanan pupuk sebelum dipakai.
Sebenarnya hewan hanya menggunakan setengah dari bahan organik yang
dimakan, dan selebihnya dikeluarkan sebagai kotoran. Sebagian dari padatan yang
terdapat dalam pupuk kandang terdiri dari senyawa organik, antara lain
selulosa, pati dan gula, hemiselulosa dan lignin seperti yang kita jumpai dalam
humus ligno-protein. Penyusun pupuk kandang yang paling penting adalah komponen
hidup, yaitu mikro organisme tanah yang sangat baik bagi kesuburan tanah.
Hasil kotoran untuk satu ternak sapi yang dikeluarkan dalam bentuk
padatan 20 hingga 25 kg kotoran padat perhari, sedang dalam bentuk kotoran cair
(kencing) 8 hingga 10 liter. Sehingga apabila kita memelihara selama musim
tanam sekitar 3 bulan, maka kotoran padat yang dapat kita peroleh sejumlah 1,8
hingga 2,3 ton. Sementara kotoran cair yang dikeluarkan bias mencapai 800 liter
yang akan menambah kualitas hara dalam campuran kotoran padat dan jerami.
Sehingga untuk satu sapi saja mampu memsuplai pupuk kandang tidak kurang dari
3-4 ton (termasuk alas jerami). Sehingga apabila kita berikan ke dalam tanah
sudah dapat menekan biaya produksi yang relatif besar. Adaikata petani memiliki
3-4 ekor sapi, maka sudah cukup untuk memupuk tanaman 1 hektar lahan. Namun
masih perlu ditambah dengan urea 50-75 kg untuk diberikan sehabis tanam agar
bibit segera nglilir (bangun)
Sebenarnya pupuk kandang sapi sudah cukup matang,
sehingga unsur haranya sudah tersedia bagi tanaman. Dikerenakan sewaktu di
dalam perut besar walaupun dalam waktu yang relatif singkat, semua makanan
sudah dirombak oleh mikrobia dalam perut besar. Di dalam perut besar (rumen), makanan mengalami
proses perombakan yang berlangsung secara efisien, karena mikrobia dapat
bekerja secara optimal. Hal ini dikarenakan di dalam
perut besar (rumen) merupakan habitat yang ideal bagi berlangsungnya perombakan
makanan. Laju perombakan dalam rumen lebih cepat dibanding di tanah, waktu yang
diperlukan untuk merombak dinding sel dalam rumen hanya sehari, namun bila di
tanah perlu waktu mingguan.
Kotoran sapi padat mengandung hara nitrogen 1,1-1,5
%, pospor 0,5 %, dan kalium 0,9 %. Sementara kotoran sapi berbentuk cairnya
mengandung hara nitrogen 1 %, pospor 0,50 %, dan kalium 1,50 %. Namun apabila
pupuk kandang ini digunakan untuk pemupukan, ketersediaanya hara dalam tanah
yang bisa digunakan tanaman sangat bervariasi, yang tergantung oleh faktor :
- Sumber dan komposisi pupuk kandang,
- Cara dan waktu aplikasi,
- Jenis tanah dan iklimnya,
- Sistem pertaniannya.
Mutu pupuk kandang sangat tergantung dari cara
penanganannya. Penanganan pupuk kandang yang benar harus memperhatikan keadaan
alas kandang dan cara penyimpananya, yang akan menentukan jumlah hara yang
dapat digunakan tanaman.
Bagi petani lahan kering, pupuk kandang merupakan
kunci keberhasilan usahanya. Suatu problem di lapangan adalah semakin jarangnya
jumlah ternak yang dimiliki petani,
sehingga menyebabkan produksi pupuk kandang semakin berkurang. Keadaan ini
menyebabkan perlu dicari cara untuk mengembangkan atau meningkatkan populasi
ternak ditingkat petani.
Pertanian terpadu ( integrasi
ternak-tanaman )
Pola integrasi antara tanaman dan ternak atau yang
sering kita sebut dengan pertanian terpadu, adalah memadukan antara kegiatan
peternakan dan pertanian. Pola ini sangatlah menunjang dalam penyediaan pupuk
kandang dilahan pertanian, sehingga pola ini sering disebut pola peternakan
tanpa limbah karena limbah peternakan digunakan untuk pupuk, dan limbah
pertanian untuk makan ternak. Integrasi hewan ternak dan tanaman dimaksudkan
untuk memperoleh hasil usaha yang optimal,
dan dalam rangka memperbaiki kondisi kesuburan tanah. Interaksi antara ternak
dan tanaman haruslah saling melengkapi,
mendukung dan saling menguntungkan, sehingga dapat mendorong peningkatan
efisiensi produksi dan meningkatkan
keuntungan hasil usaha taninya.
Sistem produksi ternak sapi/kerbau yang dikombinasi
dengan lahan-lahan pertanian hendaknya dapat disesuaikan dengan jenis tanaman
pangan yang diusahakan. Hendaknya ternak yang kita pelihara tidak menggangu
tanaman yang kita usahakan, bahkan mendukung.
Dalam hal ini tanaman pangan
sebagai komponen utamanya dan ternak menjadi komponen keduanya. Misalnya ternak kita beri makan dari hasil
limbah (jerami) dari sawah, atau ternak dapat digembalakan di pinggir atau pada
lahan yang belum ditanami dan pada lahan setelah pemanenan hasil, sehingga
ternak dapat memanfaatkan limbah tanaman pangan, gulma, rumput, semak dan
hijauan pakan yang tumbuh di sekitar tempat tersebut. Sebaliknya ternak dapat
mengembalikan unsur hara dan memperbaiki struktur tanah melalui urin dan
kotoran padatnya.
Sebenarnya pertanian terpadu telah dilakukan oleh
para petani kita. Petani dapat memanfaatkan limbah tanamannya (misal jerami)
sebagai pakan hewannya sehingga tidak perlu mencari pakan lagi, petani juga
dapat menggunakan tenaga sapin/kerbaunya untuk pengolahan tanah, dan ternak
sapi/kerbau dapat digunakan sebagai investasi (tabungan) yang sewaktu-waktu
membutuhkan dapat dijual untuk keperluan yang medesak.
Konsep pertanian terpadu ini perlu kita galakan,
mengingat sistem ini di samping menunjang pola pertanian organik yang ramah
lingkungan, juga mampu meningkatkan usaha peternakan. Komoditas sapi merupakan
salah satu komoditas yang penting yang harus terus ditingkatkan, sehingga
rencana ditahun 2014 di harapkan mampu mencapai kecukupan daging nasional dapat
terwujud. Oleh karena itu upaya ini dapat digalakan pada tingkat petani baik
dalam rangka penggemukan ataupun dalam perbanyakan populasi, serta produksi
susu. Dengan meningkatnya populasi ternak sapi akan mampu menjamin ketersediaan
pupuk kandang di lahan pertanian. Sehingga program pertanian organik dapat
terlaksana dengan baik, kesuburan tanah dapat terjaga, dan pertanian bisa
berkelanjutan.
Usaha pertanian terpadu ini sekaligus dalam upaya
pengembangan peternakan dapat dilakukan melaui sistem pinjaman modal, gaduh,
dan sistem gulir, dan sebenarnya telah banyak dipraktekan oleh berbagai
pemerintak kabupaten. Program ini bertujuan untuk memenuhi permintaan konsumsi
daging masyarakat, sehingga akan dapat mengurangi bahkan terlepas dari
ketergantungan impor daging dan ternak serta meningkatkan efisiensi dan
efektivitas usaha budidaya ternak, sekaligus menunjang program pertanian
organik.
Sebenarnya integrasi ternak dan tanaman ini tidak
terbatas pada budidaya tanaman padi dengan sapi saja, namun juga dapat
dikembangkan integrasi dalam sistem lahan kering dan perkebunan. Semuanya
tergantung dari usaha pertanian yang dikembangkan setempat, sehingga limbah
pertaniannya dapat bervriasi seperti misalnya limbah jerami padi dilahan sawah,
limbah jerami jagung dilahan kering, bahkan di Brebes limbah tanaman bawang
merahpun dapat digunakan untuk pengembangan ternak.
Sistem tumpangsari tanaman dan ternak banyak juga
dipraktekkan di daerah perkebunan. Tujuan sistem ini adalah untuk pemanfaatan
lahan secara optimal. Di dalam sistem
tumpangsari ini tanaman perkebunan sebagai komponen utama dan tanaman rumput
dan ternak yang merumput di atasnya merupakan komponen kedua. Keuntungan-keuntungan dari sistem ini antara
lain :
- Dari tanaman perkebunannya dapat menjamin tersedianya tanaman peneduh bagi ternak, sehingga dapat mengurangi stress karena panas,
- Meningkatkan kesuburan tanah melalui proses kembaliya air seni dan kotoran padatan ke dalam tanah,
- Meningkatkan kualitas pakan ternak.
- Membatasi pertumbuhan gulma,
- Meningkatkan hasil tanaman perkebunan dan
- Meningkatkan keuntungan ekonomis termasuk hasil ternaknya.
Sebenarnya sistem pertanian terpadu ini tidak terbatas
pada pengusahaan hewan besar saja seperti sapi dan kerbau, namun juga dapat
dintegrasikan antara ternak unggas dengan tanaman pangan, hotikultura. Kotoran
unggas cukup potensial dimanfaatkan sebagai pupuk, misalnya kandungan hara
dalam kotoran ayam hara N cukup tinggi sebesar 2,6 %, P 3,1 % dan K 2,4 %.
Sistem pertanian terpadu ini dapat menjamin produksi pupuk organik, sehingga
dapat menjamin pemeliharaan kesuburan tanah.